Jumat, 11 Desember 2009

Mata Kuliah : Teknik Pengelolaan Limbah Perternakan
Tanggal : 1 Desember 2009
Dosen : Ir. Salundik. M. Si


KUALITAS AIR DI BARA IV

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Asep Priatna K D 14051399
Mahmudah D 14060464
Risma Sudarwanti D 14060512
Alif Rokhman D 14060523
Lutfi Setyo W D 14060574
Dewi Sunaryo D 14061004
Rika Juliani D 14061007
Melani D 14061442
Ahmad Nur R U D 14061988









DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan hajat hidup orang banyak bahkan untuk semua makhluk hidup. Kebutuhan akan air ini semakin meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk, meluasnya perkembangan pembangunan, pengembangan industri, pertanian.,peternakan dan sektor lain yang berlangsung pesat.
Masalah utama yang sering dihadapi adalah mengenai kuantitas air yang semakin berkurang dan kualitas air yang menunjukkan kelayakan air dapat digunakan dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Kegiatan industri, pemukiman, domestic dan kegiatan lainnya berdampak negatif terhadap sumber daya air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada air. Adanya pengelolaan dan perlindungan air secara seksama sangat diperlukan. Salah satu langkah pengelolaan yang dilakukan adalah pemantauan dan interpretasi data kualitas mencakup kualitas fisika, kimia dan biologi.
Peternakan dan industri sebagai salah dua penyumbang limbah yang cukup besar, umumnya membuang limbah ke sungai. Limbah-limbah ini akan memperngaruhi kualitas air yang digunakan manusia untuk memenuhi hajat hidupnya seperti untuk minum dan mandi, begitu pun pada makhluk hidup lainnya, air merupakan sumber pemenuhan kebutuhan hidup. Oleh karena itu diperlukan suatu usaha perlindungan agar air tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk lain. Selain itu juga diperlukan pengetahuan untuk menganalisis kualitas air, untuk menentukan kelayakan air yang digunakan berdasarkan pengguanannya.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari kadar kualitas air di sekitar wilayah kampus IPB Darmaga Bogor berdasarkan parameter COD, NH4, NO2, dan NO3 serta banyaknya koloni bakteri dalam air tersebut.



METODA
Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah botol sampel, Kemmerer bottle sampler dengan parameter COD, NH4, NO2, dan NO3, kertas test pack untuk mengukur koloni bakteri dalam air dan kertas indicator warna. Sedangkan bahan yang digunakan adalah air dan bahan kimia untuk analisis kualitas air sesuai dengan metode standar APHA (American Public Health Association)

Prosedur
Langkah awal yang dilakukan dalam praktikum ini adalah pengambilan sampel air yang diambil dari daerah Bara 4. Sampel air tersebut kemudian diujikan pada boto-botol sampel yang berisi bahan kimia dengan parameter COD, NH4, NO2, dan NO3. Setelah air dimasukkan, kemudian dilihat perubahan warna yang terjadi pada air. Perubahan warna dari air ini yang dibandingkan dengan kertas indicator warna yang menentukan kadar COD, NH4, NO2, dan NO3 dalam air tersebut. Pengukuran jumlah koloni bakteri dalam air diukur dengan cara mencelupkan kertas test pack ke dalam sampel air, kemudian kertas tersebut disimpan selama 3 hari di dalam suhu tubuh.


TINJAUAN PUSTAKA

DO (Dissolved Oxygen)
Dissolved Oxygen merupakan oksigen yang terlarut di perairan dipengaruhi oleh pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke dalam air (Boyd, 1990; Nemerow, 1991; Effendi, 2003). Nemerow (1991) mengatakan bahwa kadar oksigen terlarut dalam perairan yang mencapai 0,5 mg/l termasuk perairan yang tercemar. Adanya dekompsisi bahan organik dan oksidasi bahan organik di suatu perairan dapat mengurangi kadar oksigen terlarut sehingga dapat mengganggu metabolisme organism sungai. Populasi organisme di sungai yang meningkat berdampak pada peningkatan penggunaan oksigen terlarut sehingga mengurangi kadar oksigen terlarut di perairan (Williams, 1979). Kadar oksigen terlarut di perairan yang baik untuk kenglangsungan hidup biota biasanya lebih dari 5 mg/l (Nemerow, 1974). Kadar oksigen yang rendah pada perairan akan membahayakan organisme akuatik karena akan meningkatkan toksisitas zinc, copper, lead, sianida, hydrogen sulfide dan ammonia. Masuknya air tawar dan air laut secara teratur ke dalam estuari yang dangkal mendukung terpenuhinya kadar oksigen di dalam perairan. Kelarutan oksigen dalam air berkurang dengan naiknya suhu dan salinitas, jumlah oksigen dalam air (Nybakken, 1992).

Pengukuran Bahan Organik
Pengukuran bahan organik yang dilakukan dengan cara oksidasi secara kimia dapat menjadi lebih singkat. Oksidasi ini sering disebut dengan uji Chemical Oxygen Deman (COD). Pengukuran COD pada suatu perairan menggambarkan seberapa besar jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi secara kimiawi bahan organik yang biodegradable (terdegradasi secara biologi) maupun yang non- biodegradable (tidak terdegradasi secara biologi) menjadi CO2 dan H2O (Boyd, 1990; Boyd dan Tucker, 1992; Nemerow, 1991). Pada perairan tercemar biasanya memiliki nilai lebih dari 200 mg/l dan pada limbah industri mencapai 60000 ml/l (UNESCO/WHO/UNEF, 1992 in Effendi, 2003). Pengukuran COD didasarkan pada prinsip bahwa hampir semua bahan organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dan air dengan bantuan oksidator kuat K2Cr2O7 (Kalium dikromat) dalam suasana asam. Oksidator ini diperkirakan dapat mengoksidasi bahan organik sekitar 95-100% ( Effendi, 2003; Ginting, 2007).

Nitrogen
Nitrogen di suatu perairan dapat berasal dari nitrogen dalam bentuk gas (N2) dan sebagian besar telah diubah oleh mikroorganisme melalui proses fiksasi biologi. Bentuk nitrogen di perairan antara lain amonia (NH3), nitrit (NO2), nitrat (NO3), amonium (NH4+) serta sebagian besar N yang berkaitan dalam organik komplek (Alaerts dan Santika, 1987). Senyawa nitrogen dalam perairan berasal dari luar (allochthonous) yaitu presipitasi tanah yang mengandung senyawa dan amonia dan limpasan permukaan, limbah industri, rumah tangga dan pertanian. Senyawa nitrogen yang berasal dari dalam air (allochthonous) berawal dari proses perombakan yang dilakukan oleh bakteri ( Pescod, 1973; Knox dan Miyabar, 1984). Pada dasar perairan kemungkinan terdapat amonia dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan perairan diatasnya karena oksigen terlarut pada bagian dasar relatif lebih kecil (Welch, 1952).
Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi) serta antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah sedikit di perairan dan bersifat tidak stabil jika terdapat oksigen. Pada kondisi oksigen yang cukup (oksik) nitrit akan berubah menjadi nitrat, sedangkan pada kekurangan oksigen (anoksik) nitrit berubah menjadi amonia. Perubahan ini karena nitrir merupakan nitrogen yang tidak stabil (Novonty dan Olem, 1994). Nitrit akan cepat berubah menjadi nitrat melalui oksidasi. Nitrit merupakan senyawa tidak stabil yang merupakan bentuk peralihan antara amonia dengan nitrat dengan bantuan bakteri ( Basmi, 1994).
Ion nitrat (NO3) merupakan bentuk senyawa nitrogen dominan. Konsentrasi nitrat di suatu perairan diatur dalam proses nitrifikasi sedangkan nitrifikasi merupakan proses oksidasi amonia yang berlangsung dalam kondisi aerob. Oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter sp. Proses nitrifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu keberadaan senyawa beracun dalam air, suhu, derajat keasaman (pH), kandungan oksigen terlarut dan salinitas. Kadar nitrat diperairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari amonium (Novonty dan Olem, 1994). Kadar nitrat yang melebihi 0,5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Nitrat merupakan produk akhir dari proses oksidasi biokimia amonia. Konsentrasi nitrat di perairan dikontrol dalam proses nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi senyawa amonia daalam kondisi aerob oleh bakteri autrotof. Pada perairan yang mengalami banjir
kandungan nitratnya akan meningkat secara nyata (Hasan, 1993).

Nitrifikasi
Nitrifikasi merupakan suatu proses oksidasi ensimatik yang dilakukan oleh sekelompok jasad renik/bakteri dan berlangsung dalam dua tahap yang terkoordinasikan. Masing-masing dilakukan oleh bakteri/jasad renik yang berbeda pada tahap-tahapan proses nitrifikasi (Mas’ud, 1993), sebagai berikut:

Tahap pertama (nitrisasi)

oksidasi
2 NH4 + 3 O2 2 HNO2 + 2 H2O + E (79 kalori).
enzimatik

Tahap kedua (nitrisasi)

oksidasi
2 HNO2 + O2 2 HNO3 + E (43 kalori).
enzimatik

Menurut Rompas (1998), bakteri autotrofi (bakteri nitrifikasi) dapat menggunakan N-anorganik untuk melakukan nitrifikasi, seperti genera bakteri Nitosomonos, Nitrosococcus, Nitrosospira, Nitrosovibrio, dan Nitrosolobus. Pada proses tahap pertama reaksi berlangsung dari ammonium ke nitrit yang melibatkan bakteri Nitrosomonos dan Nitrosococcus dengan persamaan reaksi sebagai berikut:

NH4 + 3/2 O2 NO2 + H2O + 2 H E = - 65 kcal

Sedangkan reaksi kedua diperankan oleh bakteri Nitrobacter dan Nitrococcus spp yang melakukan oksidasi dari nitrat ke nitrit dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

NO2 + ½ O2 NO3 + E = - 18 kcal.

Parameter Kualitas Air
Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran menyatakan bahwa untuk menjamin kualitas air yang dinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya, maka perlu dilakukan upaya pengelolaan kualitas air. Upaya pengelolaan kualitas air dilakukan pada :
* sumber yang terdapat di dalam hutan lindung;
* mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan
* akuifer air tanah dalam
Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 115 Tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis. Parameter fisik menyatakan kondisi fisik air atau keberadaan bahan yang dapat diamati secara visual/kasat mata. Yang termasuk dalam parameter fisik ini adalah kekeruhan, kandungan partikel/padatan, warna, rasa, bau, suhu, dan sebagainya.
Parameter kimia menyatakan kandungan unsur/senyawa kimia dalam air, seperti kandungan oksigen, bahan organik (dinyatakan dengan BOD, COD, TOC), mineral atau logam, derajat keasaman, nutrient/hara, kesadahan, dan sebagainya. Parameter mikrobiologis menyatakan kandungan mikroorganisme dalam air, seperti bakteri, virus, dan mikroba pathogen lainnya.Berdasarkan hasil pengukuran atau pengujian, air sungai dapat dinyatakan dalam kondisi baik atau cemar. Sebagai acuan dalam menyatakan kondisi tersebut adalah baku mutu air, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001.
Tabel 1. Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kualitas
Parameter Satuan Kelas Keterangan
I II III IV
Fisika
Temperatur 0C Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 5 Deviasi temperatur dan keadaan alamiah
Residu terlarut Mg/L 1000 1000 1000 2000
Residu tersuspensi Mg/L 50 50 400 400 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, residu tersuspensi < 5000 mg/L
KIMIA ANORGANIK
pH 6-9 6-9 6-9 5-9 Apabila secara alamiah di luar rentang tersebut maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah
BOD Mg/L 2 3 6 12
COD Mg/L 10 25 50 100
DO Mg/L 6 4 3 0 Angka batas minimum
Total phosphat sebagai P Mg/L 0,2 0,2 1 5
NO3 sebagai N Mg/L 10 10 20 20
NH3-N Mg/L 0,5 - - - Bagi perikanan, kandungan amonia bebas untuk ikan yang peka < 0,02 mg/L
sebagai NH3

Nitrit sebagai N
Mg/L 0,06 0,06 0,06 - Bagi pengolahan air minum secara konvensional, NO2_N < 1 mg/L

Sumber : PP Nomor 82 tahun 2001
Keterangan : Mutu I : untuk air baku air minum atau peruntukan lain yang memprasyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Mutu II : untuk prasarana / sarana rekreasi, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman atau peruntukan lain yang memprasyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Mutu III : untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman atau peruntukan lain yang memprasyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Mutu IV : untuk mengairi tanaman atau peruntukan lain yang memprasyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Mikroba Air
Faktor-faktor biotik yang terdapat di dalam air terdiri dari bakteria, fungi, mikroalgae, protozoa dan virus, serta kumpulan hewan ataupun tumbuhan air lainnya yang tidak termasuk kelompok mikroba. Kehadiran mikroba di dalam air dapat menguntungkan tetapi juga dapat merugikan.
1) Menguntungkan
a. Banyak plankton, baik fitoplankton ataupun zooplankton merupakan makanan utama ikan, sehingga kehadirannya merupakan tanda kesuburan perairan tersebut. Jenis-jenis mikroalgae misalnya : Chlorella, Hydrodyction, Pinnularia, Scenedesmus, Tabellaria.
b. Banyak jenis bakteri atau fungi di dalam badan air berlaku sebagai jasad ”dekomposer”, artinya jasad tersebut mempunyai kemampuan untuk mengurai atau merombak senyawa yang berada dalam badan air. Sehingga kehadirannya dimanfaatkan dalam pengolahan buangan di dalam air secara biologis
c. Pada umumnya mikroalgae mempunyai klorofil, sehingga dapat melakukan fotosintesis dengan menghasilkan oksigen. Di dalam air, kegiatan fotosintesis akan menambah jumlah oksigen, sehingga nilai kelarutan oksigen akan naik/ber-tambah, ini yang diperlukan oleh kehidupan di dalam air.
d. Kehadiran senyawa hasil rombakan bakteri atau fungi dimanfaatkan oleh jasad pemakai/konsumen. Tanpa adanya jasad pemakai kemungkinan besar akumulasi hasil uraian tersebut dapat mengakibatkan keracunan terhadap jasad lain, khususnnya ikan.
2) Merugikan
a. Yang paling dikuatirkan, bila di dalam badan air terdapat mikroba penyebab penyakit, seperti : Salmonella penyebab penyakit tifus/paratifus, Shigella penyebab penyakit disentribasiler, Vibrio penyebab penyakit kolera, Entamoeba penyebab disentriamuba.
b. Di dalam air juga ditemukan mikroba penghasil toksin seperti : Clostridium yang hidup anaerobik, yang hidup aerobik misalnya : Pseudomonas, Salmonella, Staphyloccus, serta beberapa jenis mikroalgae seperti Anabaena dan Microcystis
c. Sering didapatkan warna air bila disimpan cepat berubah, padahal air tersebut berasal dari air pompa, misal di daerah permukiman baru yang tadinya persawahan. Ini disebabkan oleh adanya bakteri besi misal Crenothrix yang mempunyai kemampuan untuk mengoksidasi senyawa ferro menjadi ferri.
d. Di permukiman baru yang asalnya persawahan, kalau air pompa disimpan menjadi berbau (bau busuk). Ini disebabkan oleh adanya bakteri belerang misal Thiobacillus yang mempunyai kemampuan mereduksi senyawa sulfat menjadi H2S.
e. Badan dan warna air dapat berubah menjadi berwarna hijau, biru-hijau atau warna-warna lain yang sesuai dengan warna yang dimiliki oleh mikroalgae. Bahkan suatu proses yang sering terjadi pada danau atau kolam yang besar yang seluruh permukaan airnya ditumbuhi oleh algae yang sangat banyak dinamakan blooming. Biasanya jenis mikroalgae yang berperan didalamnya adalah Anabaena flosaquae dan Microcystis aerugynosa. Dalam keadaan blooming sering terjadi kasus-kasus :
- Ikan mati, terutama yang masih kecil yang disebabkan karena jenis-jenis mikroalgae tersebut dapat menghasilkan toksin yang dapat meracuni ikan.
- Korosi atau pengkaratan terhadap logam (yang mengandung senyawa Fe atau S), karena di dalam massa mikroalgae penyebab blooming didapatkan pula bakteri Fe atau S penghasil asam yang korosif.
Ada pernyataan bahwa air jernih belum tentu bersih. Ini dihubungkan dengan keadaan bahwa air, sejak keluar dari mata air, sumur, ternyata sudah mengandung mikroba, khususnya bakteri atau mikroalgae. Pada air yang kotor atau sudah tercemar, misal air sungai, air kolam, air danau dan sumbersumber lainnya, disamping akan didapati mikroba seperti pada air jernih, juga kelompok mikroba lainnya yang tergolong penyebab penyakit, penghasil toksin, penyebab blooming, penyebab korosi, penyebab deteriorasi, penyebab pencemaran ini adalah bakteri coli


Jenis pengolahan air
Proses sanitasi air dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
1. Sanitasi air yang paling sederhana dengan memanaskan air hingga titik didih.
2. Dengan klorinasi atau pencampuran kaporit kedalam air.Hydrodyction, Pinnularia, Scenedesmus, Tabellaria.
Konsentrasi sekitar 2 ppm cukup untuk membunuh bakteri. Penggunaan kaporit akan menimbulkan bau pada air dan untuk menghilangkannya diperlukan proses penyaringan dengan media karbon aktif.
3. Penggunaan senyawa perak.
Alternatif ini jarang digunakan. Biasanya yang digunakan adalah perak nitrat, dengan mencampurkannya ke dalam air. Penggunaan ini biasanya untuk keadaan memaksa, misalnya tentara pada waktu perang atau petugas survei yang harus bekerja di tempat yang jauh dan tak ada air bersih.
4. Dengan ultraviolet.
Air dialirkan melalui tabung dengan lampu ultraviolet berintensitas tinggi, sehingga bakteri terbunuh oleh radiasi sinar ultraviolet. Yang harus diperhatikan adalah intensitas lampu ultraviolet yang dipakai harus cukup. Untuk sanitasi air yang efektif diperlukan intensitas sebesar 30.000 MW sec/cm2 (micro watt detik per sentimeter persegi). Radiasi sinar ultraviolet dapat membunuh semua jenis mikroba bila intensitas dan waktunya cukup. Tidak ada residu atau hasil samping dari proses penyinaran dengan UV. Namun, agar efektif lampu UV harus dibersihkan secara teratur dan harus diganti paling lama satu tahun. Air yang akan disinari dengan UV harus telah melalui filter halus dan karbon aktif untuk menghilangkan partikel tersuspensi, bahan organik, dan Fe atau Mn (jika konsentrasinya cukup tinggi).
5. Ozonisasi.
Ozon merupakan oksidan kuat yang mampu membunuh bakteri patogen, termasuk virus. Keuntungan penggunaan ozon adalah pipa, peralatan dan kemasan akan ikut di sanitasi sehingga produk yang dihasilkan akan lebih terjamin selama tidak ada kebocoran di kemasan. Ozon merupakan bahan sanitasi air yang efektif disamping sangat aman.


Sistem filtrasi
Desinfeksi air minum dapat dilakukan dengan filtrasi membran. Klorinasi tidak digunakan dalam proses pengolahan air minum,karena sisa klor dalam air dapat menimbulkan bau yang mengganggu pada saat dikonsumsi.
Penyaringan (filtrasi) dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1) filtrasi dengan pasir dan 2) filtrasi membran. Filtrasi pasir untuk memisahkan partikel berukuran besar (>3 mikrometer), mikrofiltrasi membran dapat memisahkan partikel berukuran lebih kecil (0,08 mikrometer), ultrafiltrasi dapat memisahkan makromolekul, nanofiltrasi dapat memisahkan mikromolekul dan ion-ion bervalensi dua (misalnya Mg,Ca).Adapun ion-ion dapat dipisahkan dengan membran ”reverses osmosis”. Dengan demikian, penggunaan mikrofiltrasi dapat memisahkan bakteri, dan penggunaan ultrafiltrasi dapat memisahkan bakteri dan virus.
Bahan tersuspensi dapat dihilangkan dengan cara koagulasi/flokulasi, sedimentasi, filtrasi pasir atau membran filtrasi (mikrofiltrasi). Bahan-bahan terlarut dapat dihilangkan dengan aerasi (misalnya Fe dan Mn), oksidasi (misalnya dengan ozonisasi atau radiasi UV), adsorpsi dengan karbon aktif atau mebran filtrasi (reversed osmosis).
Proses pengolahan air minum pada prinsipnya harus mampu menghilangkan semua jenis polutan, baik pencemaran fisik, kimia maupun mikrobiologis. Munculnya usaha air minum isi ulang merupakan fenomena yang tidak dapat dihilangkan. Dengan menjamurnya usaha tersebut, yang diperlukan adalah pengaturan berupa standar produk dan prosesnya. Dengan begitu bukan hanya pihak konsumen yang terlindungi tetapi juga usaha air minum isi ulang itu sendiri.

Kualitas air
Pengadaan air bersih untuk kepentingan rumah tangga : untuk air minum, air mandi, dan keperluan lainnya, harus memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan sesuai peraturan internasional (WHO dan APHA) ataupun peraturan nasional atau setempat. Dalam hal ini kualitas air bersih di Indonesia harus memenuhi persyaratan yang tertuang dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No.173/Men.Kes/Per/VIII/77 dimana setiap komponen yang diperkenankan berada di dalamnya harus sesuai.
Kualitas air tersebut menyangkut :
a. Kualitas fisik yang meliputi kekeruhan,temperatur, warna, bau dan rasa. Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan organik dan anorganik yang terkandung di dalam air seperti lumpur dan bahan-bahan yang berasal dari buangan. Dari segi estetika, kekeruhan di dalam air dihubungkan dengan kemungkinan pencemaran oleh air buangan.
b. Kualitas kimia yang berhubungan dengan ion-ion senyawa ataupun logam yang membahayakan, di samping residu dari senyawa lainnya yang bersifat racun, seperti antara lain residu pestisida. Dengan adanya senyawa-senyawa ini kemungkinan besar bau, rasa dan warna air akan berubah, seperti yang umum disebabkan oleh adanya perubahan pH air. Pada saat ini kelompok logam berat seperti Hg, Ag, Pb, Cu, Zn, tidak diharapkan kehadirannya di dalam air.
c. Kualitas biologis, berhubungan dengan kehadiran mikroba patogen (penyebab penyakit, terutama penyakit perut), pencemar (terutama bakteri coli) dan penghasil toksin.
Air adalah materi esensial dalam kehidupan. Tidak ada satupun makhluk hidup yang tidak membutuhkan air. Sel hidup misalnya, baik tumbuh-tumbuhan ataupun hewan sebagian besar tersusun oleh air, lebih dari 75% isi sel tumbuhan-tumbuhan atau lebih dari 67% isi sel hewan tersusun oleh air (Suriawiria, 1993).
Air sumur adalah air yang didapat dari hasil penggalian tanah. Air sumur dikenal ada yang dalam dan ada yang dangkal. Air sumur yang dangkal adalah air sumur yang digali sampai kedalaman beberapa meter sampai belasan saja, sedangkan air sumur dalam ialah air sumur yang telah merembes melalui lapisan mineral, bersama air sumur masuk ke tanah sedangkan perembesan bahan-bahan organiknya hilang. Air sumur dapat langsung diminum, sedangkan air dangkal tidak boleh diminum langsung ( Hartono dan Widiatmoko, 1994) Menurut Rivai dan Hadi (1981) air sumur dangkal adalah air sumur yang digali kurang dari 15 m.
Air bersih berbeda dengan air murni, air murni merupakan air yang memiliki kandungan ion-ion mineral tidak sekedar layak minum, tetapi juga menyehatkan. Air minum memang bersih tetapi air minum tidak selalu memadai untuk keperluan ilmiah, industry, dan medis. Air minum kerap harus dimurnikan terlebih dahulu (Hartono dan Widiatmoko, 1994).
Pencemaran Air
Kumar (1979) menyatakan bahwa sumber pencemar dapat pula dibedakan atas dasar bahan pencemar sebagai berikut : (1) bahan organik seperti sampah yang berasal dari manusia, hewan dan tumbuhan hidup serta sampah dari pengelolaan makanan dan industry lainnya, (2) penyakit yang disebabkan oleh sampah yang berasal dari organism yang hidup termasuk manusia, (3) nutrient tanaman, seperti unsure nitrogen dan posfor, (4) zat-zat persisten yang meliputi nonbiodegradable dari zat-zat organik, (5) sedimen dan lumpur, (6) zat-zat radioaktif, sebagai hasil dari pengolahan radioaktif dalam industri, kedokteran dan penelitian serta (7) panas yang disebabkan oleh pembangkit tenaga listrik dan pabrik. Indikator pencemaran air tanah oleh sampah organic ditandai dengn tingginya kadar zat organic (BOD , COD), nitrat, detergen, dan terdapatnya bakteri E.coli tinja (Fardiaz, 1992).
Total Mikroba
Setiap gram berat basah kotoran hewan rata-rata mengandung 1010 mikroorganisme anaerob dan 108 mikroorganisme aerob. Pada dasarnya tanah dengan segala mikroorganisme didalamnya dalam batas tertentu memiliki kesanggupan untuk menetralisir limbah yang dibuang diatasnya dengan proses mineralisasi oleh mikroorganisme, namun karena limbah yang ditimbun diatasnya jumlahnya melampaui batas maka yang terjadi adalah proses deformasi atau kerusakan lingkungan. Apabila bahan buangan yang harus didegradasi banyak jumlahnya akan menyebabkan mikroorganime ikut berkembang (Wardhana, 1999).
Mikroorganisme yang masuk ke dalam kelompok coliform dipakai sebagai indicator pencemaran karena keberadaannya menunjukkan bahwa kuman patogen lainnya juga ada, demikian pula tidak semua coliform berasal dari kontaminasi kotoran manusia. Sebaliknya, jika air tidak mengandung bakteri indikator berarti tidak ada pencemaran oleh tinja dan air tidak mengandung bakteri patogen (Alaerts dan Santika, 1987).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 2. Hasil Pengujian Mutu Air di Bara IV
No Keterangan Jumlah
1 COD 100 ppm
2 NO2 1 ppm
3 NH4 10 ppm
4 NO3 45 ppm

Pembahasan
Air adalah materi esensial dalam kehidupan. Tidak ada satupun makhluk hidup yang tidak membutuhkan air. Sel hidup misalnya, baik tumbuh-tumbuhan ataupun hewan sebagian besar tersusun oleh air, lebih dari 75% isi sel tumbuhan-tumbuhan atau lebih dari 67% isi sel hewan tersusun oleh air (Suriawiria, 1993). Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan. Air juga merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup dan kehidupan makhluk hidup.
Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 115 Tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis. Parameter fisik menyatakan kondisi fisik air atau keberadaan bahan yang dapat diamati secara visual/kasat mata. Yang termasuk dalam parameter fisik ini adalah kekeruhan, kandungan partikel/padatan, warna, rasa, bau, suhu, dan sebagainya.
Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi empat kelas : 1) kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 2) kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 3) kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 4) kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Hasil pengujian air yang diperoleh dari wilayah Babakan Raya IV, Dramaga, Bogor menunjukkan besaran COD adalah 100 ppm. Chemical Oxygen Deman (COD) merupakan pengukuran bahan organik yang dilakukan dengan cara oksidasi. Pengukuran COD pada suatu perairan menggambarkan seberapa besar jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi secara kimiawi bahan organik yang biodegradable (terdegradasi secara biologi) maupun yang non- biodegradable (tidak terdegradasi secara biologi) menjadi CO2 dan H2O (Boyd, 1990; Boyd dan Tucker, 1992; Nemerow, 1991). Pada perairan tercemar biasanya memiliki nilai lebih dari 200 mg/l dan pada limbah industri mencapai 60000 ml/l (UNESCO/WHO/UNEF, 1992 in Effendi, 2003). Angka 100 ppm menunjukkan bahwa nilai COD air yang diuji masih dalam keadaan dibawah standar pencemaran air untuk pertanian. Pengukuran COD didasarkan pada prinsip bahwa hampir semua bahan organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dan air dengan bantuan oksidator kuat K2Cr2O7 (Kalium dikromat) dalam suasana asam. Oksidator ini diperkirakan dapat mengoksidasi bahan organik sekitar 95-100% ( Effendi, 2003; Ginting, 2007).
Senyawa yang terkandung didalam air diantaranya nitrit (NO2). Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi) serta antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Besaran yang terkandung di dalam air yang diuji adalah 1 ppm. Ambang batas kandungan nitrit yang diperbolehkan dalam lingkungan peternakan adalah 0,06 ppm (Nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah sedikit di perairan dan bersifat tidak stabil jika terdapat oksigen. Pada kondisi oksigen yang cukup (oksik) nitrit akan berubah menjadi nitrat, sedangkan pada kekurangan oksigen (anoksik) nitrit berubah menjadi amonia. Perubahan ini karena nitrit merupakan nitrogen yang tidak stabil ( Novonty dan Olem, 1994). Nitrit akan cepat berubah menjadi nitrat melalui oksidasi. Nitrit merupakan senyawa tidak stabil yang merupakan bentuk peralihan antara amonia dengan nitrat dengan bantuan bakteri ( Basmi, 1994).
Ion nitrat (NO3) merupakan bentuk senyawa nitrogen dominan. Konsentrasi nitrat di suatu perairan diatur dalam proses nitrifikasi, sedangkan nitrifikasi merupakan proses oksidasi amonia yang berlangsung dalam kondisi aerob. Oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter sp. Proses nitrifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu keberadaan senyawa beracun dalam air, suhu, derajat keasaman (pH), kandungan oksigen terlarut dan salinitas. Kadar nitrat diperairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari amonium (Novonty dan Olem, 1994). Kadar nitrat dalam air yang diuji sebesar 45 ppm yang menunjukkan bahwa air di daerah Bara telah tercemar. Kadar nitrat yang melebihi 0,5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Nitrat merupakan produk akhir dari proses oksidasi biokimia amonia. Konsentrasi nitrat di perairan dikontrol dalam proses nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi senyawa amonia daalam kondisi aerob oleh bakteri autrotof. Pada perairan yang mengalami banjir kandungan nitratnya akan meningkat secara nyata (Hasan, 1993).
Ammonium banyak terdapat pada proses tahap pertama proses nitrifikasi yang akan diubah menjadi nitrit dengan melibatkan bakteri Nitrosomonos dan Nitrosococcus dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
NH4 + 3/2 O2 NO2 + H2O + 2 H E = - 65 kcal
Sedangkan reaksi kedua diperankan oleh bakteri Nitrobacter dan Nitrococcus spp yang melakukan oksidasi dari nitrat ke nitrit dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
NO2 + ½ O2 NO3 + E = - 18 kcal.
Terdapatnya ammonium dalam air juga mengindikasikan adanya percemaran pada air tersebut. Sehingga semakin banyak ammonium dalam air akan semakin banyak pula nitrit yang dihasilkan. Nitrit inilah yang akan masuk pada proses nitrifikasi tahap kedua. Pada kondisi oksigen yang cukup (oksik) nitrit akan berubah menjadi nitrat, sedangkan pada kekurangan oksigen (anoksik) nitrit berubah menjadi amonia (Novonty dan Olem, 1994). Kadar ammonium air yang diuji sebesar 10 ppm. Kadar tersebut lebih kecil dari kadar nitrat dan lebih besar dari kadar nitrit dalam air yang diuji. Hal ini menunjukkan bahwa dalam air tersebut tidak cukup oksigen untuk merubah nitrit menjadi nitrat karena kadar nitrat hanya 45 ppm kurang dari 50%. Nitrit dalam air lebih banyak diubah menjadi amonia dari pada nitrat.
Keberadaan nitrat dan nitrit dapat diindikasikan bahwa air tersebut telah tercemar oleh bakteri (kontaminasi kotoran hewan atau manusia). Nitrit lebih berbahaya dengan dua komponennya. Dalam jumlah yang banyak dapat menganggu darah dalam mengangkut oksigen dan bersifat racun. Level maksimum nitrat yang direkomendasikan cukup bervariasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi < 300 ppm, nitrat masih bias ditoleransi unggas, namun beberapa penelitian yang lain menyarankan bahwa level maksimum nitrat adalah 50 ppm (Novonty dan Olem, 1994). Dibandingkan dengan kadar nitrat air Bara yang diuji 45 ppm, menunjukkan bahwa pencemaran nitrat pada air di Bara belum kritis karena masih di bawah level maksimum. .
Pencemaran air tersebut harus diimbangi pula oleh upaya sanitasi untuk mendapatkan air bersih dan sehat. Proses sanitasi air dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
1. Sanitasi air yang paling sederhana dengan memanaskan air hingga titik didih.
2. Dengan klorinasi atau pencampuran kaporit kedalam air seperti Hydrodyction, Pinnularia, Scenedesmus, Tabellaria. Konsentrasi sekitar 2 ppm cukup untuk membunuh bakteri. Penggunaan kaporit akan menimbulkan bau pada air dan untuk menghilangkannya diperlukan proses penyaringan dengan media karbon aktif.
3. Penggunaan senyawa perak. Alternatif ini jarang digunakan. Biasanya yang digunakan adalah perak nitrat, dengan mencampurkannya ke dalam air. Penggunaan ini biasanya untuk keadaan memaksa, misalnya tentara pada waktu perang atau petugas survei yang harus bekerja di tempat yang jauh dan tak ada air bersih.
4. Dengan ultraviolet. Air dialirkan melalui tabung dengan lampu ultraviolet berintensitas tinggi, sehingga bakteri terbunuh oleh radiasi sinar ultraviolet. Yang harus diperhatikan adalah intensitas lampu ultraviolet yang dipakai harus cukup. Untuk sanitasi air yang efektif diperlukan intensitas sebesar 30.000 MW sec/cm2 (micro watt detik per sentimeter persegi). Radiasi sinar ultraviolet dapat membunuh semua jenis mikroba bila intensitas dan waktunya cukup. Tidak ada residu atau hasil samping dari proses penyinaran dengan UV. Namun, agar efektif lampu UV harus dibersihkan secara teratur dan harus diganti paling lama satu tahun. Air yang akan disinari dengan UV harus telah melalui filter halus dan karbon aktif untuk menghilangkan partikel tersuspensi, bahan organik, dan Fe atau Mn (jika konsentrasinya cukup tinggi).
5. Ozonisasi. Ozon merupakan oksidan kuat yang mampu membunuh bakteri patogen, termasuk virus. Keuntungan penggunaan ozon adalah pipa, peralatan dan kemasan akan ikut di sanitasi sehingga produk yang dihasilkan akan lebih terjamin selama tidak ada kebocoran di kemasan. Ozon merupakan bahan sanitasi air yang efektif disamping sangat aman.

















KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Air merupakan komponen penting dalam kehidupan. Bagi makhluk hidup air merupakan salah satu bahan nutrisi. Fungsi air bagi tubuh adalah untuk pengaturan temperatur badan, pengangkutan bahan nutrisi lainnya dan turut juga dalam berbagai reaksi kimia dalam tubuh. Pelaksanaan praktikum ini telah mendapatkan data kadar kualitas air di sekitar wilayah kampus IPB Darmaga Bogor berdasarkan parameter COD, NH4, NO2, dan NO3. Kualitas air di daerah Bara teridentifikasi masih normal karena pencemaran COD, nitrat, ammonium masih dibawah level maksimum, sedangkan nitrit diatas level maksimum jika dilihat dari sudut pandang peternakan.

Saran
Disarankan pengendalian lingkungan di sekitar daerah Bara supaya pencemaran air dapat ditekan. Salah satu cara dalam pengendalian lingkungan di daerah Bara yaitu penghijauan untuk mengurangi polusi udara, pembangunan instalasi pengolahan limbah di Bara sehingga dapat mengurangi potensial pencemaran tanah sebagai sumber air.














DAFTAR PUSTAKA

Alaerts , G. dan S. S Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Penerbit Usaha Nasional, Surabaya.

Boyd, C. E. 1990. Water Quality In Warmwater Fish Ponds Agricultural Experiment Station, Auburn University Press. Auburn. Albama. US. 482h.

Boyd, C. E. dan C. C. Tucker. 1992. Water Quality and Pond Agricultural Experiment Station, Auburn University Press. Auburn. Alabama. US.183 h.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kansius Press. Yogyakarta. 257h.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius, Yogyakarta.
Ginting, P. 2007. Sistim pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. CV. Yrama Widya. Bandung. 222h.

Hartono, A. J. dan M.C. Widiatmoko. 1994. Teknologi Membran Pemurnian Air. Andi OFFSET, Yogyakarta.

Hasan, Z. 1993. Pengaruh kegiatan Budidaya Ikan dalam jaring Apung terhadap Tingkat Kesuburan Perairan dan Komunitas Fitoplankton di Waduk Saguling, Jawa Barat. Tesis Pascasarjana IPB. Bogor. 71 h.

Knox, G.A. dan T. Miyabara, 1984. Coastal Zone Resource Development and Conservation in South East Asia, with Special Reference to Indonesia. UNESCO Press. Jakarta. 182h.

Kumar, H. D. 1979. Modern Concept of Ecology. Vikas. Published House VT, Ltd., London.

Nemerow, N. L. 1974. Scientific Stream Pollution Analysis. Van Nostrand Reinhold L.td. New York. US. 358h.

Nemerow, N. L. 1991. Stream, Lake, Estuary, and Ocean Pollution. 2nd. Van Nostrand Reinhold Ltd. New York. US 472h.

Novotny V. dan H. Olem. 1994. Water Quality, Prevention, Identification, and Management of Diffuse Poluution. Van Nostrands Reinhold. New York. 1054 h.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi laut: suatu pendekatan ekologis. Diterjemahkan oleh M. Eidma, Koesoebiono, M. Hutomo, S. Sukardjo, dan D. G. Bengen. PT Gramedia. Jakarta. 458 h.

Pescod, M. B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standard for Tropical Countries. Environmental Engineering Division. Bangkok : Asian Institut Technology Press. 148 h.

Riva’I, M.N. dan F. Hadi. 1981. Ilmu Teknik Penyehatan. Edisi 2. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Suriawiria, U.1993. Mikrobiolgi Air. Edisi 2. Penerbit Alumni, Bandung.

Wardana, W.A. 1999. Dampak Pencemaran Lingkungan. Edisi 2. Andi OFFSET. Yogyakarta.

Welch, S. 1952. Limnology. Mac Graw-Hill Inc. New York. US. 318 h.

Williams, J. 1979. Introduction to Marine Pollution Control. A Wiley-Interscience Publication. New York. US. 173 h.

Kamis, 26 November 2009

Portongan Primal Karkas Domba dan Yield gradenya

Pengamatan terhadap karkas domba meliputi bobot hidup, karkas dan persentasenya, warna daging, warna dan tebal lemak, marbling, luas udamaru, persentase lemak pelvis dan ginjal. 

Bobot Potong, Bobot Karkas dan Persentase Karkas 
           Hasil penghitungan persentase karkas sejalan dengan hasil pengukuran terhadap pengukuran bobot potong (bobot hidup) dan bobot karkas karena persentase karkas merupakan perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup saat dipotong (dikurangi isi saluran pencernaan dan urine) dikali dengan 100% (Judge et al., dalam Usmiati dan Roswita, 2006). Berdasarkan hasil pengamatan, persentase karkas domba hanya 20,93% jauh lebih kecil dibandingkan dengan persentase karkas normal 40%. Hal tersebut dibenarkan oleh hasil penelitian Usmiati dan Roswita (2006) yang memperoleh persentase karkas 44,18 % pada domba jantan dan 43,01% pada domba betina yang memiliki bobot potong 25,80 kg dan 25,13 kg. Kemungkinan besar hal ini disebabkan penyusutan bobot karkas panas dan managemen pakan yang kurang bagus. Karkas yang diamati sudah dibekukan terlebih dulu dalam jangka waktu tertentu. Pakan yang diberikan diduga mengandung energi tinggi sehingga menghasilkan lemak lebih banyak, dan lemak tersebut telah dipisahkan dari karkasnya. Menurut Berg dan Butterfild (1976), persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot ternak, bangsa, proporsi bagian-bagian non karkas, ransum, umur, dan jenis kelamin.
            Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi karkas seekor ternak adalah bangsa, umur, jenis kelamin, laju pertumbuhan, bobot potong, dan nutrisi (Berg dan Butterfield, 1976). Bangsa ternak yang mempunyai bobot potong besar menghasilkan karkas besar pula. Soeparno (1994) menyatakan bahwa bobot potong yang semakin meningkat menghasilkan karkas yang semakin meningkat pula, sehingga dapat diharapkan bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar. Speedy (1980) menyatakan bahwa bertambahnya umur ternak yang sejalan dengan pertambahan bobot hidupnya, maka bobot karkas akan bertambah. Jenis kelamin mempengaruhi persentase karkas karena menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan, ternak jantan biasanya tumbuh lebih cepat daripada ternak betina pada umur yang sama (Soeparno, 1994) sehingga ternak jantan memiliki persentase karkas lebih besar dibandingkan ternak betina. Ternak yang status gizinya baik, mendapat pakan dengan kandungan energi tinggi akan menghasilkan karkas yang lebih berlemak daripada pakan dengan energi rendah.

Potongan Primal Karkas Domba
          Potongan primal karkas domba (gambar 1) meliputi paha (leg), pinggang (loin), punggung rusuk (rack), bahu (shoulder), leher (neck), dada (breast), lipatan paha (flank), dan lengan (shank).  

Gambar 1. Struktur potongan primal karkas domba

         Cara pemotongan karkas ditentukan oleh spesies ternak dan selera konsumen. Paha dan sirloin dipisahkan dengan memotong tegak lurus melalui columna vertebralis pada titik tepat dibagian anterior ilium. Loin dipisahkan dengan potongan antara rusuk ke 12 dan ke 13, kemudian tegak lurus melalui columna vertebralis. Bagian dada dan paha depan (shank) dipisahkan dengan karkas dengan memotong anterior sternum bagian ventral rusuk ke 12 atau sampai ke dinding abdominal. Bagian shoulder dipisahkan dari rusuknya umumnya dibuat potongan antara rusuk ke 5 atau ke 6 (Soeparno, 1994). 
 Persentase potongan komersil karkas domba terbesar terletak di leg dan shoulder. Kedua bagian itu masuk ke dalam evaluasi dalam menentukan kualitas daging ternak dari fisik luar karena daerah tersebut memiliki proporsi daging cukup banyak. Sedangkan persentase dada hanya 9,30%, sehingga tidak dibenarkan jika seseorang menilai kualitas karkas ternak yang masih hidup dengan mengamati dan menilai dada ternak tersebut. Leg, shoulder dan rack pada gradenya termasuk ke dalam kelas II. Loin dan terderloin termasuk golongan I yang umumnya digunakan sebagai steak dan barbeque. Daging kelas I merupakan komponen karkas yang memiliki harga yang cukup tinggi karena paling empuk. Keempukan ini disebabkan antara lain oleh faktor aktivitas masing-masing bagian karkas. Daging tersebut berasal dari bagian karkas yang relatif tidak banyak digunakan untuk bergerak. Selain itu bagian karkas ini memiliki tingkat marbling yang paling baik dibandingkan karkas bagian lainnya. Breast, flank, dan shank masuk golongan III yang umumnya digunakan sebagai rendang.
           Menurut Kempster (1982), nilai komersial dari karkas pada umumnya tergantung pada ukuran, struktur dan komposisinya, dimana sifat-sifat struktural karkas yang utama untuk kepentingan komersial tersebut meliputi bobot, proporsi jaringan-jaringan karkas, ketebalan lemak, komposisi kimia serta penampilan luar dari jaringan tersebut serta kualitas dagingnya. Beerman et al., (1986) menyatakan bahwa bobot potongan karkas komersial dipengaruhi oleh bobot karkasnya. Jenis kelamin berpengaruh terhadap pertumbuhan lemusir (loin), punggung rusuk (rib), dan leher (neck). Pada domba jantan, otot pada bagian shoulder, leg, loin, dan breast mengalami masak dini sehingga pertumbuhannya relative cepat dibandingkan dengan potongan bagian tubuh.

Yield Grade
         Yield grade lebih objektif dari nilai-nilai kualitas karena pengukuran langsung dari karkasnya. Yield grade yang digunakan untuk mengidentifikasi karkas. Faktor yang diperhitungkan dalam memperkirakan jumlah daging yang dihasilkan dari suatu karkas atau kualitas hasil untuk daging sapi meliputi :
1. Ketebalan lemak subkutan, dalam inci
2. Luas area mata rusuk (area Longissimus dorsi), dalam inci kuadrat
3. Persen lemak viseral yaitu lemak ginjal (penyelubung ginjal), pelvik dan jantung terhadap berat karkas
4. Berat karkas dalam pound
Untuk domba, faktor kualitas hasil meliputi :
1. Ketebalan lemak subkutan, dalam inci 
2. Persen lemak penyelubung ginjal dan pelvik terhadap berat karkas
3. Kode skor konformasi paha, diberi angka 15 untuk yang tertinggi, kemudian 14, 13 dan seterusnya (Rusianto, 2009)
        Ketebalan lemak subkutan diukur pada permukaan rea otot Longissimus Dorsi (LD) (Gambar 2), pada posisi pemisahan seperempat depan dan seperempat belakang dari karkas. Pengukuran ketebalan lemak subkutan dilakukan tegak lurus permukaan lemak, diposisi tiga perempat bagian sumbu panjang otot LD. Estimasi persentase jumlah lemak ginjal dan pelvik dilakukan secara objektif dengan mengambil lemak di kedua daerah tersebut dan menimbangnya. Persentase lemak ginjal dan pelvik (LPG) turut mempengaruhi karena LPG menunjukkan tingkat kematangan ternak. Semakin banyak LPG menunjukkan ternak akan semakin matang dan proporsi lemaknya semakin tinggi (Rusianto, 2009).. 
            Luas area LD yang dinyatakan dalam inci, diestimasi secara subjektif dengan mengukur menggunakan gambar titik-titik beraturan membentuk sebuah kotak segi empat. Berat karkas dapat didasarkan pada berat segar atau estimasi berat karkas yang dihitung dari berat karkas layu (dingin) x 1,02. Penyusutan berat karkas selama pelayuan (sampai sekitar 24 jam setelah pemotongan) diestimasikan sekitar 2% (Rusianto, 2009). 

   
Gambar 2.Penampang daerah antara rusuk 12-13

          Penghitungan kualitas hasil pada sapi yaitu jumlah daging yang dihasilkan dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut : 2,50 + (2,50 x ketebalan lemak) + (0,20 x persen lemak ginjal dan pelvik) + (0,0038 x berat karkas) – (0,32 x luas area LD). Sedangkan untuk ternak domba, persamaan kualitas jumlah daging adalah : 1,66 + (6,66 x ketebalan lemak) + (0,25 x persen lemak ginjal dan pelvik) – (0,05 x kode skor konformasi paha). Hasil perhitungan yield grade dibulatkan kebawah. Tingkat (jumlah) daging yang dapat dimakan diestimasi dan dinilai dari angka 1 sampai 5 (Rusianto, 2009). Karkas dengan angka kualitas hasil terendah menghasilkan daging dengan jumlah tertinggi. Hasil perhitungan yield grade pada pengamatan yaitu 0,04 berdasarkan bobot karkas segar dan 0,04 berdasarkan estimasi berat karkas yang dihitung dari berat karkas layu (dingin), namun hal itu masih menunjukan nilai yield grade di bawah 1. Nilai yield grade dibawah 1 tidak masuk ke dalam grade yang telah ditetapkan (tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa domba mampu memproduksi daging dalam jumlah tinggi.
  Tabel 3. Yield Grade Karkas
                Yield Grade  % boneless Retail Cuts
 
1        52.6 - 54.6 
2         50.3 – 52.3
3         48.0 – 50.0
4         45.7 – 47.7
5         43.3 – 45.4






Minggu, 22 November 2009

SOSIS Vs Meat Loaf


SNI 01-3020-1995 :
Sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukan ke dalam selongsong sosis.
Meatloaf adalah sejenis sosis namun dalam pembuatannya meatloaf tidak dimasukkan dalam casing, hanya dalam loyang dan di oven. Meatloaf Nanas adalah meatloaf yang telah diinovasi dengan pemberian toping nanas.  Nanas cukup potensial digunakan sebagai toping untuk kreasi meatloaf karena kandungan bromelinnya. bromelin ini dapat mengenyalkan daging yang keras, karena sifatnya menghancurkan daging. Berikut adalah gambar meat loaf nanas yang diangkat dari oven.

Berikut hasil penilaian organoleptik meat loaf nanas yang ditunjukkan dalam diagram batang.
Tepat jam 06.00 WIB mataku terbangun dari tidurnya, melihat suasana masih gelap aku pun memejamkan mataku kembali dan berniat untuk bangun tepat jam 07.00 WIB. Tepat jam 7 mataku terbuka kembali dan bergegas menuju kamar mandi seraya bersiap-siap untuk datang ke seminar teman jam 8. Berangkant dengan menggunakan ojek menuju ke fakultas aku. Motor mendarat di depan fakultas peternakan, dan akupun segera berlari menyusuri anak tangga menuju ruang seminar di lanti 4. Namun baru dilantai 3 aku bertemu dengan teman kelas yang juga telat dan tidak dapat mengikuti seminar karena pintu seminar telah terkunci. Aku duduk di bangku sebentar untuk mengistirahatkan badanku yang kelelahan menaiiki tangga.

sambil menunggu semiar sesi berikutnya kuputuskan nongkrong di kantin nays sambil mengisi perut. Aku turun kembali ke lantai dasar menuju nays cafe. Di nays aku bertemu dengan 2 temen kelasku yang juga telat. Aku segera memesan makanan dan mengambil tempat duduk bersama kedua temen kelasku itu. sekitar 2 jam kita bertiga ngobrol ngalor ngidul tentang teman-teman kita. Terbersit dipikiranku,, ternyata untuk memahami dan mengetahui karakter orang lain termasuk kedua teman yang berada didepanku saat itu.



Jumat, 20 November 2009

Sikap Berkomunikasi

Sikap Berkomunikasi
Sikap berkomunikasi merupakan komponen yang terkait pada diri komunikator yang menentukan keberhasilan dan keefektifan komunikasi. Sikap berkomunikasi yang dibawakan seseorang dalam berkomunikasi dapat meningkatkan atau melemahkan suatu hubungan antar orang. Beberapa sikap dalam berkomunikasi yaitu : asertif, submisif, dan agresif.
1. Asertif merupakan cara penyampaian gagasan secara terbuka. Sikap ini dicirikan dengan berani, positif, dan enuh keyakinan dengan segala sesuatu yang dilakukan atau dikatakan yakni berani memperahankan hal-hal yang benar secara keyakinan.
2. Submisiif merupakan suatu sikap yang selalu mengiyakan segala permintaan orang lain atau kecenderungan menyetujui pendapat orang lain tanpa megemukakan pendapat sendiri atau ragu-ragu dalam berbicara atau bertindak. Sikap ini menunjukkan orang yang bernampilan lemah tak berdaya serta menempatkan diri dalam posisi subordinat karena kekahwatiran memperoleh hal-hal yang tidak mengenakan, seperti reaksi-reaksi negatif dari lawan komunikasinya.
3. Agresif merupakan sikap berperilaku dogmatis, sering megadili orang lain dan terkadang menyerang orang lain secara personal. Orang ini cenderung bertindak negatif dan merasa bermusuhan dengan orang lain, memaksakan pendapatnya pada orang lain, merasa superior dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Social power yaitu potensi untuk merubah sikap, keyakinan, kepercayaan, dan perilaku orang lain. Social power diperlukan supaya orang dapat bersikap tegas pada dirinya sendiri. Menurut French dan Roven dalam Verdeber (1973) terdapat 5 jenis social power meliputi :
1. Coercive Power merupakan bentuk kekuasaan mengancam, dengan menggunakan paksaan baik fisik maupun psikologis. Seseorang menjadi asertif karena dia diintimidasi oleh orang yang memberikan ancaman.
2. Reward Power yakni potensi untuk merubah perilaku seseorang dengan meberikan keuntungan-keuntungan yang bersifat fisik, psikologis, dan uang. Dalam hal ini orang tidak asertif karena dia khawatir kehilangan reward jika bersikap tegas.
3. Legitimate Power ialah kekuasaan yang diperolehnya karena ia menduduki posisi tertentu dalam sistem sosial. Kedudukan ini dapat membuat orang tidak tegas.
4. Expert Power is a kekuasan yang dimiliki seseorang karena memeliki pengetahuan dalam ilmu disiplin tertentu. Orang cenderung tidak membantah apa yang dikatakannya karena dia dianggap sudah ahli
5. Referent Power kekuasaan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang lain dengan imej, kharisma atau keribadian orang itu. Banyak diantara kita menjadi tidak tegas karena berhadapan dengan orang yang kita kagumi.
Sikap berkomunikasi yang paling baik adalah asertif karena sikap ini menunjukkan rasa percaya diri, positif terhadap orang lain, dan memungkinkan orang lain berespon secara spontan, terbuka dalam mengemukakan pendapat, memperlakukan pasangan komunikasi setara tanpa menyakiti hati orang lain maupun diri sendiri.
Sikap asertif dalam berkomunikasi tidak selalu dapat diwujudkan karena adanya gangguan yang bersifat abjektif dan subjektif. Hambatan objektif merupakan gangguan yang tidak sengaja dilakukan, dan hambatan subjektif ialah gangguan komunikasi yang dibuat oleh orang lain atas dasar perhitungan kepentingan dan prasangka.
Tipe-tipe hubungan pesan
Menurut Vandenmark dan leth (1977) dengan komunikasi kita mengembangkan, mempertahankan, dan mengakhiri hubungan. Pesan yang disampaikan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi tersebut tidaklah hanya sebuah isi pesan, melainkan terdapat hubungan pesan. Hubungan pesan menunjuk pada persepsi kita terhadap hubungan yang melandasi pertukaran atau pemakaian esan secara bersama. Terdapat 3 hubungan pesan yaitu :
1. Confirmation : Anda benar atau saya sedang dalam apa yang anda kerjakan
2. Disconformation : terjadi jika anda gagal untuk menyadari kehadiran seseorang
3. Rejection : anda salah atau saya tidak suka dengan apa yang kamu kerjakan
Komunikasi merupakan pemakaian pesan secara bersama, sehingga confirmation tidak selamanya baik dan rejection tidak selamanya buruk, yang jelas kita harus tegas atau bersikap asertif

Rabu, 18 November 2009

Panggung sandiwara

Hidup ini bagaikan penggung sandiwara. Kita berperan sebagai lakon dalam sandiwara ini, sedangkan sutradaranya ialah Allah SWT. Hidup merupakan pilihan, apapu pilihan lakon yang akan kita mainkan, itu adalah jalan terbaik yang ditunjukkan oleh Allah untuk kita. Tak perlu takut memilih.. jalani hidup yang penuh tantangan ini dengan berani dan

Senin, 22 September 2008

Nama Lokal :
NAMA DAERAH Sumatera: temu erang, t. itam (Melayu). Jawa: koneng hideung (Sunda), temu ireng (Jawa). Nusa Tenggara: temo ereng (Madura), temu ireng (Bali). Sulawesi: tamu leteng (Makasar), temu lotong (Bugis). NAMA asing Ezhu (C). NAMA SIMPLISIA Curcumae aeruginosae Rhizoma (rimpang temu hitam).

Penyakit Yang Dapat Diobati :
Rimpang rasanya pahit, tajam, dan sifatnya dingin. Berkhasiat peluruh kentut (karminatif), peluruh dahak, meningkatkan nafsu makan (stomakik), anthelmintik, dan pembersih darah setelah melahirkan atau setelah haid. EFEK FARMAKOLOGIS DAN HASIL PENELITIAN Hasil penelitian pengaruh perasan rimpang temu hitam terhadap cacing askaris babi in vitro dan kontraksi usus halus (jejunum) marmut terpisah in vitro seperti berikut. Perasan rimpang dapat membunuh askaris babi seperti piperasin sitrat. Beningan rimpang dapat menekan amplitudo kontraksi spontan usus kelinci (FX.S.Dirdjosudjono, Taroeno, Sudjiman, dkk., Bagian Farmakologi, FKH dan Bagian Farmakologi Farmasi, FF UGM). Berdasarkan penelitian daya membunuh cacing (anthelmintik) rimpang temu hitam pada cacing askaris babi secara in vitro, ternyata daya anthelmintik minyak asirinya paling kuat dibandingkan dengan perasan ataupun infus temu hitam (Taroeno, Kun Sumardiyah S., dan Sugiyanto, Bagian Biologi Farmasi, FF UGM). Telah dilakukan penelitian daya antelmintik rebusan rimpang temu hitam terhadap Ascaridia galli in vitro. Ternyata, rebusan irisan temu hitam dapat mematikan cacing dalam waktu 7--17 jam, sediaan rebusan parutan dalam waktu 11--20 jam, dan sediaan serbuk dalam waktu 11--25 jam. Kandungan minyak asiri terbesar pada sediaan irisan (Endah Eny Riayati, Fakultas Farmasi UGM, 1989. Pembimbing: Drs. Sudarto, Apt. dan Dra. Sri Sumarni, SU). Kadar minyak asiri maksimum terdapat pada waktu rimpang belum bertunas dan mengeluarkan batang/ daun. Kadar minyak asiri yang tumbuh di Hortus Medicus Tawangmangu selama tumbuh berkisar 0,25%-0,50% (A. Indrawati, Supardi, Laboratorium Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi UGM, 1979).
Pemanfaatan :

Komposisi :
Rimpang temu hitam mengandung minyak asiri, tanin, kurkumol, kurkumenol, isokurkumenol, kurzerenon, kurdion, kurkumalakton, germakron, a, ß, g-elemene, linderazulene, kurkumin, demethyoxykurkumin, bisdemethyoxykurkumin.